Impian Bintang

Aku masih bangun malam.
menulis puisi ketika tinta fikir deras
meluncur
dan membuka jendela
rumah diri, di hadapan rumahku jeraya beraspal tua
retak seribu dan menakung sejumlah liter air
yang tak termampu disukat
hanya sewaktu aku kembali ke sini
merasai sesat di desa sendiri. hutan getah dulu
mempekatkan dunia bocahku kerana di celah senduduk
bersama ayah masuk, membelah sepi pagi sebelum kembali
menjamah jamu ibu
di desaku lokasi citra bocah-bocah yang hilang dari
peta purba, hijau sawit dikeringati orang lain yang asing
mereka memiliki segala di sini juga air mata dan gigih bekerja

Segala mewarnai malam ketika kubangun dan
menulis puisi, kubaca suara anak-anak merdeka tentang
bab-bab kemelut lama di sela-sela selut dan rawa-rawa laut
negeriku, tak habis mewah kerenah, pergelutan impian berhutan
dan berapi dan membakar hutan bahagia, demi impian bintang
gemerlap jauh, tapi itulah pengejaran yang tak bernoktah
hingga tiba saatnya kucatatakan di halaman rumahku yang
tak tergambar batu tetapi keris, dan kulihat darah mangsa memancut
memancung penerawangan tinta fikirku di halaman rumah puisiku

Dan bersuara tinta - mangsa kepada kuasa yang kalah!


Lumadan
Beaufort
1997

Comments

Popular posts from this blog

Bunyi Bulan

Kumpulan Puisi Sinar Sirna

Sajak Orang-orang Gendut